📍Bagian 1: Mengapa Dunia Kerja Hari Ini Butuh SDM dengan GRIT, Bukan Hanya IQ

“Banyak orang yang punya potensi, tapi tidak bertahan cukup lama untuk mengubah potensi itu jadi prestasi.”
— Angela Duckworth, Grit

🌪️ Dunia Kerja Hari Ini: Tidak Lagi Sekadar Siapa yang Cepat Pintar

Hari ini kita berada di dunia kerja yang tidak stabil, serba cepat, dan penuh distraksi. Teknologi berubah dalam hitungan bulan. Tugas kerja berkembang jauh melampaui deskripsi awal. Harapan atasan makin tinggi, dan tekanan mental makin nyata.

Dalam situasi seperti ini, memiliki IQ tinggi atau nilai akademik hebat tidak menjamin kesuksesan jangka panjang. Yang dibutuhkan adalah kapasitas untuk tetap melangkah — bahkan ketika hasil belum terlihat, bahkan ketika semangat sedang menurun.

🔍 Masalah Nyata di Dunia Kerja Saat Ini:

  • Banyak karyawan muda memiliki potensi besar, namun mudah merasa stuck saat masuk dunia nyata kerja.
  • Banyak HR kecewa karena talenta cepat belajar, tapi tidak tahan lama.
  • Di tengah tuntutan dan tekanan, yang bertahan bukan yang paling pintar, tapi yang paling konsisten.

💡 Mengenal Konsep GRIT: Kekuatan Baru SDM Tangguh

Angela Duckworth, seorang psikolog dan peneliti dari University of Pennsylvania, memperkenalkan konsep GRIT dalam risetnya terhadap ribuan individu di berbagai bidang — dari militer, pendidikan, hingga perusahaan rintisan.

Apa itu GRIT?

GRIT adalah gabungan antara PASSION dan KONSISTENSI untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Artinya:

  • Bukan hanya semangat sesaat saat onboarding.
  • Tapi kemampuan untuk menjaga arah, energi, dan fokus dalam jangka panjang.
  • Tidak mudah tergoda lompat ke hal baru sebelum menyelesaikan yang lama.

🤔 Apa Bedanya dengan IQ atau Bakat?

ElemenIQ/BakatGRIT
SifatCenderung bawaanBisa dibentuk dan dilatih
FokusKecepatan memahamiDaya tahan menghadapi proses panjang
WaktuJangka pendekJangka panjang
Nilai di dunia kerjaPenting di awalVital untuk bertahan & naik level

Angela Duckworth membuktikan bahwa GRIT lebih menentukan kesuksesan daripada sekadar kepintaran. Dalam studinya di akademi militer West Point, taruna dengan GRIT tinggi lebih mampu bertahan dalam program pelatihan fisik dan mental yang ekstrem — meskipun mereka tidak selalu punya nilai akademik terbaik.

📖 Ilustrasi Kasus: Bukan Gagal Karena Bodoh, Tapi Karena Mudah Menyerah

Bayangkan ini:

Dua orang karyawan baru diterima di sebuah startup teknologi.

  • Rani, lulusan kampus top, skor psikotes tinggi, sangat cepat menangkap instruksi. Tapi begitu proyek pertama penuh revisi dan kritik, ia mulai kehilangan motivasi. Tiga bulan kemudian, ia resign.
  • Arif, tidak terlalu menonjol saat wawancara, bahkan awalnya terlihat lambat. Tapi ia bertanya, belajar, mencoba ulang. Ia tidak menolak feedback. Setahun kemudian, dia jadi team lead.

Rani gagal bukan karena tidak mampu. Tapi karena tidak cukup kuat untuk bertahan.
Arif berhasil bukan karena paling pintar. Tapi karena punya GRIT.

🎯 Analisis: Kenapa Korporat dan Early Employee Perlu Fokus ke GRIT?

Untuk Organisasi:

  • Retensi SDM lebih tinggi ketika Anda mengembangkan GRIT, bukan hanya mengincar “anak pintar”.
  • Tim lebih stabil karena punya individu yang tidak mudah menyerah saat target belum tercapai.
  • Cultural fit lebih kuat, karena mereka punya ketahanan, bukan hanya kompetensi.

Untuk Early Employee:

  • Dunia kerja tidak akan selalu memberi validasi cepat.
  • Naik karier bukan soal siapa yang paling jago hari ini, tapi siapa yang bisa tetap belajar, tetap hadir, dan tetap fokus saat mental diuji.
  • GRIT adalah skill yang bisa membawa Anda naik ke posisi kepemimpinan — bahkan jika Anda bukan bintang sejak awal.

🧭 Penutup: GRIT Adalah Soft Skill Kritis di Era Baru

“Grit adalah kekuatan diam-diam yang membuat seseorang tetap bangkit ketika dunia berkata, ‘Kamu tidak cukup.’”

Di tengah ketidakpastian dunia kerja modern, GRIT bukan sekadar nilai tambah — tapi nilai dasar.

Organisasi yang ingin membangun SDM tangguh harus:

  • Mencari talenta yang punya GRIT, bukan hanya IPK tinggi.
  • Menciptakan ekosistem kerja yang membina daya tahan, bukan sekadar kecepatan.

Early employee yang ingin bertahan dan tumbuh perlu mulai bertanya pada diri sendiri:
“Apakah saya cukup gigih untuk tetap melangkah, bahkan saat hasil belum datang?”

🔜 Selanjutnya di Seri Ini:

Pada bagian 2, kita akan membahas:

  • Apa kata riset soal GRIT vs IQ?
  • Studi kasus dunia nyata.
  • Dan mengapa HR seharusnya mulai menilai GRIT sebagai salah satu indikator performa jangka panjang.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *