
Dalam lanskap bisnis yang kompetitif dan cepat berubah pada tahun 2025, pengembangan kompetensi karyawan bukan lagi pilihan—melainkan kebutuhan strategis. Perusahaan dituntut untuk memilih pendekatan pelatihan yang tidak hanya efektif secara biaya, namun juga berdampak nyata terhadap peningkatan produktivitas dan retensi talenta. Dua pendekatan utama yang mendominasi praktik di berbagai industri saat ini adalah pelatihan korporat terstruktur (corporate training programs) dan pelatihan langsung kerja (on-the-job training/OJT). Namun, manakah yang lebih efektif dalam mengakselerasi kinerja karyawan secara berkelanjutan?
Dua Pendekatan Utama: Pelatihan Korporat dan On-the-Job Training
Pelatihan Korporat adalah program pembelajaran yang dirancang secara sistematis oleh perusahaan, sering kali bekerja sama dengan lembaga profesional atau konsultan eksternal. Bentuknya bisa berupa kelas tatap muka, pelatihan daring terstruktur, simulasi bisnis, hingga program kepemimpinan lintas fungsi.
Sementara itu, On-the-Job Training (OJT) merujuk pada proses pelatihan yang berlangsung di tempat kerja, di mana karyawan belajar langsung dari tugas dan peran sehari-hari. Pendekatan ini biasanya melibatkan coaching langsung dari atasan atau senior, serta pembelajaran berbasis pengalaman nyata.
Kedua pendekatan ini memiliki peran penting, namun juga membawa implikasi berbeda terhadap investasi pelatihan dan dampaknya pada performa karyawan.
Analisis Berbasis Data: Efektivitas dan Dampaknya di Tahun 2025
1. Konteks Kebutuhan Bisnis dan Skala Operasi
Menurut laporan Deloitte Human Capital Trends 2025, 82% eksekutif menyatakan bahwa keberhasilan transformasi digital sangat tergantung pada peningkatan kapabilitas karyawan, bukan hanya teknologi. Dalam konteks ini, pelatihan korporat dianggap lebih mampu mengakomodasi kebutuhan strategis organisasi karena programnya disesuaikan dengan arah bisnis jangka panjang dan dirancang untuk skala besar.
Namun, riset McKinsey (2025) menunjukkan bahwa pada organisasi dengan struktur lebih ramping, OJT memberikan hasil yang lebih cepat, terutama untuk peran teknis dan operasional, karena pembelajaran langsung berdampak pada produktivitas harian.
2. Keterukuran dan Evaluasi Dampak
Program pelatihan korporat cenderung memiliki sistem evaluasi yang lebih lengkap. Penilaian pasca-pelatihan, laporan ROI pembelajaran, serta pengukuran dampak jangka panjang terhadap kinerja menjadi hal yang lazim. Contohnya, General Electric melaporkan bahwa investasi dalam pelatihan kepemimpinan korporat meningkatkan produktivitas manajerial hingga 26% dalam 12 bulan (GE Annual Learning Report, 2024).
Sebaliknya, OJT lebih sulit diukur secara sistemik. Banyak perusahaan masih bergantung pada observasi informal atau asumsi produktivitas pasca-pelatihan. Namun, bagi perusahaan seperti Toyota dan Siemens, integrasi OJT dalam sistem manajemen mutu dan lean operations justru menjadi fondasi performa unggul mereka.
3. Dampak terhadap Retensi dan Engagement
Penelitian i4cp (Institute for Corporate Productivity) menunjukkan bahwa karyawan yang mengikuti pelatihan korporat yang berkualitas memiliki tingkat retensi 22% lebih tinggi dibanding yang hanya mengandalkan OJT. Hal ini dikaitkan dengan persepsi terhadap investasi perusahaan terhadap karier mereka, serta kesempatan membangun jejaring internal lintas fungsi.
Namun, pelatihan langsung kerja mempercepat proses adaptasi budaya organisasi. Karyawan baru yang menjalani OJT bersama tim langsung lebih cepat berintegrasi dan memahami konteks kerja, terutama di sektor industri manufaktur dan pelayanan publik.
4. Kecepatan dan Fleksibilitas Implementasi
Dalam kondisi bisnis yang menuntut respons cepat, pelatihan langsung kerja menawarkan keunggulan karena tidak memerlukan perencanaan program jangka panjang. Studi dari World Economic Forum (2024) menyebutkan bahwa organisasi yang mengombinasikan OJT dengan microlearning mengalami peningkatan agility organisasi sebesar 35% dalam merespons kebutuhan pasar.
Di sisi lain, pelatihan korporat memerlukan waktu dan biaya yang lebih besar dalam perancangannya. Namun, bagi organisasi yang ingin mengembangkan pipeline kepemimpinan atau mengubah pola pikir strategis, pelatihan ini tetap menjadi pilihan utama.
Kesimpulan: Pendekatan yang Paling Efektif?
Tidak ada satu pendekatan yang sepenuhnya unggul dalam semua konteks. Pelatihan korporat lebih efektif untuk tujuan jangka panjang, pembangunan budaya, dan peningkatan kapabilitas strategis lintas departemen. Sementara itu, OJT lebih unggul dalam pembelajaran cepat, praktis, dan kontekstual, khususnya untuk peran teknis dan operasional.
Oleh karena itu, organisasi unggulan saat ini mengadopsi strategi hybrid—menggabungkan kedalaman pelatihan korporat dengan kecepatan dan fleksibilitas OJT. Contohnya, perusahaan seperti Nestlé dan Telkom Indonesia mengimplementasikan model blended learning yang mencakup pembelajaran formal dan informal, yang terbukti meningkatkan engagement dan efektivitas pembelajaran.
Rekomendasi Strategis untuk Eksekutif
- Audit kebutuhan kompetensi berdasarkan peran strategis dan operasional.
- Investasikan pelatihan korporat untuk pengembangan kepemimpinan, transformasi budaya, dan inovasi.
- Optimalkan OJT untuk onboarding, peningkatan keterampilan teknis, dan penyesuaian kontekstual.
- Bangun sistem evaluasi dampak pelatihan yang terintegrasi dan berbasis data.
- Terapkan pendekatan pembelajaran berkelanjutan yang adaptif terhadap dinamika bisnis.
Referensi:
- Deloitte. (2025). Human Capital Trends: Building the Skills of the Future.
- McKinsey & Company. (2025). Closing the Skill Gap in the Digital Age.
- GE. (2024). Annual Learning Impact Report.
- i4cp. (2025). Learning Culture Index.
- World Economic Forum. (2024). Reskilling Revolution: Building Agile Organizations.
- Harvard Business Review. (2023). Designing Effective Corporate Training.
- Lembaga Administrasi Negara (LAN RI). (2024). Transformasi SDM Aparatur melalui Pembelajaran Berkelanjutan.
- Nestlé Global. (2024). Learning & Development Strategy Overview.
- Telkom Indonesia. (2025). Human Capital Report.