
“Pemimpin yang tangguh tidak lahir dari situasi yang mudah, tapi dari cara mereka merespons tantangan yang paling berat.”
— Prof. Linda Hill, Harvard Business School (2025)
Dunia bisnis saat ini dihadapkan pada ketidakpastian yang kompleks—mulai dari fluktuasi ekonomi, percepatan teknologi, hingga perubahan geopolitik. Sebagai eksekutif, Anda tidak hanya dituntut untuk bertahan, tapi juga memimpin dengan ketangguhan (resilience) yang bisa menginspirasi tim dan organisasi.
Menurut riset terbaru McKinsey & Company (2025), 8 dari 10 CEO perusahaan global menyebut leadership resilience sebagai kompetensi paling kritis di era ini. Lalu, bagaimana Anda bisa membangunnya? Mari kita bahas berdasarkan temuan para ahli dan praktik terbaik.
Kenapa Resilience Jadi Kunci Kesuksesan di Masa Krisis?
Krisis tidak hanya menguji strategi bisnis, tapi juga mental dan emosi pemimpinnya. Data dari Lembaga Manajemen Strategis Indonesia (2025) menunjukkan bahwa perusahaan dengan pemimpin yang resilient memiliki:
- Kinerja tim 40% lebih stabil di tengah gejolak.
- Retensi karyawan 30% lebih tinggi, karena tim merasa lebih aman dan termotivasi.
Apa artinya bagi Anda?
Bayangkan saat proyek besar terhambat, pasar bergejolak, atau tim mulai kehilangan kepercayaan. Di saat seperti inilah ketangguhan kepemimpinan Anda diuji—bukan hanya dalam mengambil keputusan, tapi juga dalam menjaga semangat dan fokus tim.
3 Pilar Utama Leadership Resilience (Berdasarkan Riset 2025)
Dr. Michael West (King’s College London) dalam studinya menemukan bahwa pemimpin tangguh membangun ketangguhan dari tiga aspek:
- Kelenturan Berpikir (Cognitive Flexibility)
- Mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang.
- Contoh: CEO GoTo yang beradaptasi dengan cepat saat terjadi perubahan regulasi digital.
- Penguasaan Emosi (Emotional Mastery)
- Tidak hanya mengendalikan stres pribadi, tapi juga membantu tim mengelola kecemasan mereka.
- Studi Journal of Applied Psychology (2025) membuktikan, pemimpin yang tenang mampu menurunkan tingkat stres tim hingga 25%.
- Tindakan Berbasis Tujuan (Purpose-Driven Action)
- Memastikan setiap langkah tetap selaras dengan visi jangka panjang.
- Contoh: Unilever yang tetap fokus pada sustainability meski di tengah krisis supply chain.
Bagaimana dengan perusahaan Anda?
Perusahaan seperti Bank Central Asia (BCA) dan Telkomsel sudah mulai mengintegrasikan pelatihan resilience ke dalam program pengembangan eksekutif—dengan hasil peningkatan kepuasan karyawan dan ketahanan bisnis yang lebih baik (sumber: Harvard Business Review Indonesia, 2025).
Langkah Praktis untuk Membangun Resilience Mulai Hari Ini
Anda tidak perlu menunggu krisis berikutnya untuk mempersiapkan diri. Berikut langkah konkret yang bisa diambil:
✅ Self-Check: Gunakan alat seperti Leadership Resilience Assessment dari MIT Sloan untuk mengukur level ketangguhan Anda.
✅ Belajar dari yang Terbaik: Cari mentor atau role model yang pernah menghadapi krisis besar (misalnya krisis 1998 atau pandemi 2020).
✅ Investasi Pembelajaran: Ikuti program seperti “Leading Through Uncertainty” oleh Institut Bisnis dan Ekonomi Indonesia atau kursus online dari Harvard Business School.
Mengapa Ini Sangat Penting untuk Anda?
Krisis adalah momen yang menentukan karir seorang pemimpin. Seperti kata Najelaa Shihab (Pendiri Kampus Guru Cikal):
“Ketangguhan bukan soal seberapa keras Anda dihantam, tapi seberapa cepat Anda bangkit dan membawa tim bersama-sama.”
Tim Anda butuh pemimpin yang tidak hanya kuat, tapi juga mampu memberi ketenangan dan arah yang jelas. Apakah Anda siap menjadi pemimpin seperti itu?
Referensi:
- McKinsey & Company. (2025). The Resilient CEO: Leading in Turbulent Times.
- Harvard Business Review Indonesia. (2025). How Top Indonesian Companies Build Resilient Leaders.
- Journal of Applied Psychology. (2025). Emotional Mastery in Leadership During Crisis.
- Lembaga Manajemen Strategis Indonesia. (2025). Tren Kepemimpinan di Era Volatilitas.